Fhoto: Sejarah bekas rel kereta api di Jalan Hang Tuah, Pekanbaru (Foto: Heru Maindikali).
PEKANBARU - Kota bertuah Pekanbaru kini menjadi pusat bisnis dan pemerintahan di Provinsi Riau, menyimpan kisah menarik tentang perkembangan transportasi, khususnya perkeretaapian. Jalur kereta api yang pernah membelah kota ini, kini hanya tinggal kenangan dan sejumlah benda bersejarah. 

Jauh sebelum Kota ini menjadi pusat bisnis dan pemerintahan Provinsi Riau, rel kereta api pernah melintas di jantung kota. Kisah tentang rel kereta api di Pekanbaru ini adalah sebuah perjalanan waktu yang menarik untuk ditelusuri.

Pada masa penjajahan Belanda, Sumatera menjadi salah satu pulau yang menarik minat para investor untuk pengembangan infrastruktur. Rencana pembangunan jalur kereta api di Sumatera pun muncul, termasuk di wilayah Riau. Tujuan utama pembangunan jalur kereta api ini adalah untuk memperlancar transportasi barang, terutama hasil perkebunan dan batu bara menuju pelabuhan-pelabuhan utama.

Ketika Jepang menduduki Indonesia, proyek pembangunan jalur kereta api di Sumatera semakin digencarkan. Mereka melihat potensi besar dari jalur kereta api untuk mendukung logistik perang dan mempercepat mobilisasi pasukan.

Tiga tahun kekuasaan Jepang pada 1942-1945 meninggalkan berbagai kisah, termasuk jalur KA sepanjang 220 Km. Dari Kota Pekanbaru menuju ke Lipat Kain, Kabupaten Kampar, menuju ke Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat (Sumbar).

Ketika Jepang menguasai Indonesia, proyek pembangunan jalur kereta api kembali digalakkan. Para romusha, pekerja paksa dari berbagai wilayah, dikerahkan untuk membangun jalur kereta api yang menghubungkan pantai timur dan barat Sumatera. Proyek pembangunan jalur kereta api digarap secara besar-besaran. Ribuan romusha dikerahkan untuk membangun rel, jembatan, dan stasiun.

Batubara menjadi pilihan utama yang paling masuk akal. Maka itu, setelah Belanda menyerah kepada Jepang pada 1942, batubara dari Ombilin diniatkan diangkut ke Pekanbaru, diteruskan ke pantai timur Sumatera (Selat Malaka) melalui Sungai Siak Riau. Pembangunan rel KA pun dimulai dari Stasiun Muaro, meneruskan yang sudah ada. Sayangnya, proyek ambisius Jepang ini tidak sempat diselesaikan. Perang Dunia II berakhir sebelum jalur kereta api Pekanbaru sepenuhnya rampung. 

Pembangunan jalur kereta api di Pekanbaru tidak lepas dari penderitaan para romusha. Mereka bekerja dalam kondisi yang sangat berat, dengan makanan seadanya, dipaksa kerja tanpa waktu. Banyak di antara mereka yang meninggal karena kelelahan, penyakit, atau bahkan disiksa oleh penjaga Jepang.
Fhoto: Sejarah bekas rel kereta api di Jalan Hang Tuah, Pekanbaru (Foto: Heru Maindikali).
Jalur kereta api Muaro Sijunjung-Pekanbaru akhirnya selesai dibangun pada tahun 1945. Namun, kegembiraan atas selesainya proyek ini tidak berlangsung lama. Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan proyek ambisius ini pun terbengkalai.

Jalur kereta api yang dibangun dengan susah payah ini hanya sempat beroperasi. Namun, setelah kemerdekaan, proyek pembangunan jalur kereta api di Pekanbaru tidak dilanjutkan. Jalur kereta api yang sempat ada pun semakin terbengkalai dan akhirnya menghilang ditelan zaman. 

Namun, jejak-jejak sejarah perkeretaapian di Pekanbaru masih dapat ditemukan, seperti lokomotif tua yang kini menjadi monumen, serta cerita-cerita dari masyarakat sekitar yang pernah merasakan sensasi naik kereta api.

Keberadaan jalur kereta api di masa lalu menunjukkan potensi besar Pekanbaru sebagai pusat transportasi. Dengan letak geografis yang strategis, jalur kereta api dapat menghubungkan Pekanbaru hingga ke Sumatera Barat.

Sejarah perkeretaapian di Pekanbaru adalah sebuah kisah tentang ambisi, tantangan, dan harapan. Meskipun jalur kereta api yang pernah ada kini tinggal kenangan. Namun, semangat untuk membangun kembali infrastruktur transportasi yang lebih baik harus terus dikobarkan. Dengan dukungan semua pihak, mimpi untuk memiliki kembali jalur kereta api di Pekanbaru dapat menjadi kenyataan.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Roni Rakhmat mengatakan, untuk destinasi wisata sejarah kisah rel kereta api di Riau, pihaknya juga menggandeng sejumlah penggiat wisata sejarah. Kisah pembangunan jalur kereta api di Riau, khususnya di Pekanbaru, menyimpan potensi wisata sejarah yang sangat menarik. 

"Dengan menggali lebih dalam cerita tentang para romusha dan perjuangan mereka, kita bisa menarik minat wisatawan, terutama mereka yang memiliki ketertarikan pada sejarah," ujar Roni Rakhmat.

Dijelaskan dia, bahwa melalui pengumpulan data, cerita, dan peninggalan sisa-sisa rel tersebut, dipublikasikan ke mana-mana, terutama Eropa. katanya. Dari sana, sejumlah turis Eropa sudah ada yang datang ke Riau untuk menikmati wisata sejarah. Terutama sejarah romusha jaman penjajahan Jepang.
Fhoto: Sejarah bekas rel kereta api di Jalan Hang Tuah, Pekanbaru (Foto: Heru Maindikali).
"Untuk saat ini memang, orang Eropa yang datang ke Riau mereka yang punya keterkaitan akan sejarah kelam itu. Jadi yang datang, masih ada sangkut pautnya dari kakek-kakek mereka jadi korban romusha," katanya.

Diungkapkan, melalui pengembangan wisata sejarah kereta api, tidak hanya melestarikan sejarah tetapi juga memberikan penghormatan kepada para pekerja paksa yang telah berjuang membangun infrastruktur ini. 

Diungkapkan, ke depannya daya tarik wisata sejarah ini akan terus dikembangkan lagi. Terutama dikembangkan pada mereka yang hobi berwisata sejarah.

"Dengan menggali lebih dalam cerita tentang para romusha dan perjuangannya, kita bisa menarik minat wisatawan, terutama mereka yang memiliki ketertarikan pada sejarah,' ujar Roni Rakhmat.

Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku wisata untuk mengembangkan potensi wisata ini. "Untuk mengembangkan wisata sejarah kereta api, diperlukan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku wisata. Bersama-sama, kita bisa menciptakan produk wisata yang menarik dan berkelanjutan. Diharapkan sejarah pembangunan rel kereta api ini bisa terus menggaet wisata asing," sebutnya.

Untuk saat ini, sisa-sisa rel kereta itu masih bisa disaksikan dengan kasat mata. Ada lokomotif dan gandengan di Desa Lipat Kain, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar. Lokomotif itu, kini menjadi saksi bisu dari kerja romusha yang bertaruh nyawa.

Ada lagi, lokomotif dan gandengannya diletakan di kawasan Makam Pahlawan Kerja di Jl Kaharudin Nasution kawasan Simpang Tiga, Pekanbaru. Kemudian, satu lokomotif lagi, ada di Jl Tanjung Medang, Kecamatan Lima Puluh, Pekanbaru. Lokomotif itu berada di dapur rumah warga.** (Mc-riau)


Sumber: Mediacenter Riau.